Rabu, 30 Maret 2011

Michael jackson merubah tampilan ????

Selama 40 tahun J. Randy Taraborelli telah menjadi sahabat karib Michael Jackson. Melalui Daily Mail, Taraborrelli mengisahkan kenangannya bersama megabintang yang pada Kamis (25/6) tutup usia karena serangan jantung (www.glministry.com, 26 Juni 2009). Tak sekadar berbagi kisah, ia juga mengungkapkan rahasia di balik pelbagai “keunikan” bintang yang tenar dengan sejumlah hits seperti “Bad”, “Thriller”, “Heal The World” dan lain-lain—termasuk mengapa Michael habis-habisan mempermak tampilan fisiknya.
Syahdan, dua tahun usai perceraian pertama Michael dengan Lisa Marie Presley—putri mendiang bintang legendaris, Elvis Presley—, keduanya menyantap makan siang di sebuah restoran. Saat itu, Michael mengenakan topi hitam yang dipadankan dengan masker berbahan sutra. Anehnya, Michael bersikeras mengenakan masker tersebut sambil menyantap makanannya.
“Aku ingin kamu tahu bahwa jika kamu membutuhkan seorang teman, aku ada di sini. Kamu mempunyai hati yang sangat baik,” ujar Lisa. “Tapi katakan padaku, mengapa kamu harus bersikap aneh seperti ini?”
Sebelumnya, saat mereka masih dalam ikatan pernikahan,  Lisa penah mengamuk lantaran Michael bersikukuh menggunakan kosmetik, masker, dan kaca mata hitam, saat bepergian; melakukan perjalanan secara terpisah setelah sebelumnya bersembunyi terlebih dulu.
“Sialan kamu!” demikian kecam Lisa sebelum akhirnya memasuki lift utama.
“Lisa! Tidak!” seru Michael. “Di luar sana berbahaya! Mereka akan memakan kamu hidup-hidup!”
Dan, saat Lisa kemudian menghilang, Michael pun ketakutan. “Isteriku yang malang telah diculik. Bagaimana mungkin aku bisa hidup tanpa dia. Hubungi FBI. Hubungi CIA,” tutur Michael. Padahal saat itu Lisa sedang menyesap martini di sebuah bar.
Ya, perilaku Michael memang selalu mengherankan—tidak saja bagi orang-orang terdekatnya, tapi juga di mata dunia.
Pada usia 13 misalnya, di sebuah majalah ia mengatakan bahwa ia sama dengan anak-anak lainnya. Tapi itu dusta, lantaran Michael kecil tidak pernah menghabiskan waktu bersama anak-anak “normal” sebayanya.
Sebagai anggota termuda sekaligus terpopuler dari The Jackson Five, “makanan” sehari-hari Michael kecil adalah hujaman perhatian dari para fans fanatik yang kerap membuatnya ingin menghilang ke dalam bumi. “Mereka menjambak rambutmu dan rasanya begitu sakit seperti terbakar,” tutur Michael mengenang tingkah laku para penggemarnya. “Itu membuatmu seolah-olah mati lemas,” akunya.
Mengetahui bahwa semua mata ditujukan kepadanya, menimbulkan dampak yang demikian dalam bagi Michael. Ia pun mulai menunjukkan rasa ketidaknyamanannya. “Dia menjadi seorang penyendiri,” kenang Katherina, ibunya.
Saat beranjak dewasa, Michael pernah berkeluh-kesah: “Orang-orang tidak tahu bagaimana rasanya menjadi diriku. Tidak ada seorang pun yang boleh menghakimi diriku, kecuali jika mereka pernah mengalami hari-hari buruk seperti apa yang aku alami.”
Terlepas dari kegandrungan Michael akan privasi, sejatinya ia sendiri adalah seorang pertapa tulen. Sayangnya, profesinya sebagai selebriti menuntut Michael untuk tampil di muka publik seatraktif mungkin. Itulah mengapa saat nyawanya hampir melayang tatkala tengah menggarap iklan Pepsi—saat itu sebuah petasan berbahan magnesium meledak dan membakar rambutnya—, ia tak keberatan menunjukkan kondisinya yang tengah memprihatinkan itu di hadapan para penggemar dan pemburu berita.
Dan, Michael sepertinya tahu bagaimana “memanfaatkan” kepolosan dan kegemaran media massa akan segala hal mengenai dirinya. Alkisah, Michael dengan mengenakan wig rambut keriting ala Afrika dan kacamata hitam, diberitakan membeli sebuah sex toy. Atau, dikabarkan Michael tidur di dalam menggunakan ruangan yang sarat dengan oksigen, agar dapat hidup hingga berusia 150 tahun. Ada lagi kabar miring bahwa Michael telah “berjumpa” dengan arwah John Lennon.
Belakangan, berita-berita itu makin tak keruan lantaran Michael juga tidak pernah mengkonfirmasi kebenaran berita-berita tersebut.
Tak pelak, Michael telah menjadi korban dari pelbagai mitos yang—tanpa ia sadari—muncul dari dirinya sendiri.
Namun, keanehan Michael tidak serta-merta muncul dari kegagalannya mengantisipasi efek dari popularitas yang diraihnya. Sang ayah, Joseph Jackson, yang konon telah melakukan kekerasan terhadap Michael kecil, disebut-sebut biang keladi dari segala perangainya yang tidak bisa diterima akal sehat.
Michael baru baru berusia limta tahun saat ayahnya dengan sengaja memberikan hukuman yang membuatnya tubuhnya berdarah-darah. “Ini sebagai hukuman atas apa yang telah kau lakukan kemarin,” kata Joseph kepada Michael kecil. “Dan kau akan mendapatkan hukuman lagi untuk apa yang kau lakukan hari ini.”
Untuk mengajarkan anak-anaknya agar tidak membiarkan jendela kamar terbuka, Joseph akan memanjat dinding kamar sambil mengenakan topeng dan berteriak-teriak berpura-pura sebagai pencuri. Akibatnya, selama bertahun-tahun, Michael dan abangnya, Marlon, mengalami mimpi buruk.
Meski memiliki sifat yang sensitif, Michael masih memiliki keberanian untuk melawan balik. Suatu ketika, usai Joseph menampar Michael dengan keras, ia lalu melemparkan sepatu ke ayahnya.
“Apakah kamu gila?!” Joseph berteriak. “Kamu telah menandatangani  kontrak kematianmu sendiri,” kecam Joseph seraya menggantungkan tubuh Michael kecil dengan satu kaki dan memukulnya berulang-ulang.
Saat para anak lelaki bertambah besar dan mereka telah menjadi bagian dari industri musik, perlakukan kasar Joseph semakin menjadi-jadi. “Jika latihan kamu kacau, kamu akan dipukul dengan tongkat atau ikat pinggang,” kenang Michael. Saat Michael terlambat berlatih, Joseph kemudian menderanya berkali-kali hingga Michael mengalami luka memar di sekujur tubuh. “Sejak saat itu aku mulai membenci dirinya,” aku Michael.
Dan kebencian yang semakin menjadi-jadi kemungkinan adalah pemicu dari keputusan Michael untuk mengubah drastis penampilannya dari seorang pemuda Afrika-Amerika menjadi seorang bintang pop yang esentrik. Michael menolak untuk memiliki rupa yang sama dengan sang ayahnya.
Tak dapat dipungkiri, sejak remaja Michael memang sangat peduli akan penampilannya. Saat berjerawat misalnya, Michael malu untuk muncul di hadapan umum. Di panggung maupun di luar panggung, Michael tak segan-segan menggunakan conceal.
Michael juga merasa bahwa kondisi kulitnya telah mengacaukan pribadinya—ia menjadi jauh lebih serius dan pendiam.
Ia juga merasa bahwa ia memiliki rupa yang yang buruk, kulit yang terlalu gelap dan hidung yang terlalu besar—terlebih ayah dan saudara-saudaranya kerap mengejeknya dengan sapaan “Si Hidung Besar’.
Akibatnya, Michael pun menuding hidungnya yang besar sebagai akibat dari ketidakbahagiannya.
Selama bertahun-tahun, Michael selalu mengungkapkan keinginannya untuk melakukan bedah kosmetik atau memiliki rupa seperti idoalnya, Diana Ross. Dengan demikian, Michael tak perlu melihat bayang-bayang ayahnya tiap kali bercermin di depan kaca.
Michael mulai mempermak hidungnya di usia 21 tahun, setelah sebelumnya mengalami patah hidung saat tengah berlatih menari. Dua tahun kemudian, ia menjalani operasi keduanya, demikian seterusnya hingga pada tahun 1986 ia telah mempermak hidung yang keempat kali.
“Keputusanku untuk mengubak wajahku adalah sukacita terbesar,” aku Michael saat itu.
Dalam beberapa cara, hasrat Michael untuk memiliki fisik yang sempurna memang bisa tidak sulit untuk dipahami. Betapa tidak. Sekian lama Michael menghabiskan waktu di depan kaca untuk  melatih penampilannya sebagai seorang entertainer agar terlihat sempurna. Belum lagi jam-jam panjang yang ia habiskan untuk menyaksikan rekaman penampilannya. Namun, hasrat itu belakangan berkembang menjadi obsesi yang berbahaya.
“Aku ingin kamu berhenti,” pinta salah satu sahabatnya, Jane Fonda. “Tidak ada lagi bedah kosmetik. Cintailah dirimu sebagaimana adanya,” katanya lagi.
“Aku akan berusaha,” janji Michael. Walau demikian, meski memiliki tampilan hidung baru, Michael tetap merasa tidak bahagia.
“Aku duduk di dalam rumahku, dan terkadang menangis,” kenang Michael getir. “Sangat sulit bagiku untuk memiliki seorang teman. Terkadang, aku berjalan-jalan di malam hari, hanya untuk menemukan seseorang di mana aku dapat berbicara,” keluhnya.

Iparnya, James, mengenang Michael yang gemar berkeliaran di malam hari seperti hantu yang mencari persahabatan.
Dan, bedah kosmetik pun terus berlanjut. Michael mengubah bentuk matanya, tulang pipi, dan belahan dagunya. Sejak saat itu, Michael pun rutin mengenakan masker—untuk menutupi bekas-bekas operasinya maupun melindungi wajah dari kuman.
Michael juga mulai mengubah warna kulitnya—melepaskan “setan” masa kecilnya yang sebelumnya bersemayam di tubuhnya. Hilang sudah tampilan kulitnya yang kecoklatan dan bentuk hidung lebar layaknya keturunan Afrika. Sebagai gantinya, Michael tampil bagai boneka yang memesona tapi demikian rapuh.
Michael berhasil mewujudkan obsesinya yakni menstransformasi wujudnya, meski dengan harga yang tak terbayangkan. Di hadapan publik, obsesinya itu tak sekadar membuatnya terlihat aneh, tapi juga sebuah lelucon yang mengerikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar